Permainan Khas Kalimantan Selatan
1. BALOGOBalogo merupakan salah satu nama jenis permainan tradisional suku Banjar di Kalimantan Selatan. Permainan ini dilakukan oleh anak-anak sampai dengan remaja dan umumnya hanya dimainkan kaum pria.
Nama permainan balogo diambil dari kata logo, yaitu bermain dengan menggunakan alat logo. Logo terbuat dari bahan tempurung kelapa dengan ukuran garis tengah sekitar 5-7 cm dan tebal antara 1-2 cm dan kebanyakan dibuat berlapis dua yang direkatkan dengan bahan aspal atau dempul supaya berat dan kuat. Bentuk alat logo ini bermacam-macam, ada yang berbentuk bidawang (bulus), biuku (penyu), segitiga, bentuk layang-layang, daun dan bundar.
Dalam permainnannya harus dibantu dengan sebuah alat yang disebut panapak atau kadang-kadang beberapa daerah ada yang menyebutnya dengan campa, yakni stik atau alat pemukul yang panjangnya sekitar 40 cm dengan lebar 2 cm. Fungsi panapak atau campa ini adalah untuk mendorong logo agar bisa meluncur dan merobohkan logo pihak lawan yang dipasang saat bermain.
Permainan balogo ini bisa dilakukan satu lawan satu atau secara beregu. Jika dimainkan secara beregu, maka jumlah pemain yang “naik” (yang melakukan permainan) harus sama dengan jumlah pemain yang “pasang”
(pemain yang logonya dipasang untuk dirobohkan) Jumlah pemain beregu minimal 2 orang dan maksimal 5 orang. Dengan demikian jumlah logo yang dimainkan sebanyak jumlah pemain yang disepakati dalam permainan.
Cara memasang logo ini adalah didirikan berderet ke belakang pada garis-garis melintang. Karenanya inti dari permainan balogo ini adalah keterampilan memainkan logo agar bisa merobohkan logo lawan yang dipasang. Regu yang paling banyak dapat merobohkan logo lawan, mereka itulah pemenangnya.
Sebagai akhir permainan, pihak yang menang disebut dengan “janggut” dan boleh mengelus-elus bagian dagu atau jenggot pihak lawan yang kalah sambil mengucapkan teriakan “janggut-janggut” secara berulang-ulang yang tentunya membuat pihak yang kalah malu, tetapi bisa menerimanya sebagai sebuah kekalahan.
Gasing sendiri merupakan salah satu khasanah permainan tradisional anak-anak Nusantara yang layak untuk dilestarikan, namun sangat disayangkan permainan gasing tradisional ini pada masa sekarang cenderung terlupakan dan tergantikan oleh beragam jenis permainan produk asing. Padahal permainan gasing tradisional pada masa lalu tersebar hampir di seluruh wilayah Indonesia, mulai dari Sumatera, Sunda, Jawa, Bali, Maluku, Sulawesi, NTT, NTB, Kalimantan hingga Papua.
Gasing sendiri adalah benda yang dibuat sedemikian rupa dari bahan kayu atau bambu dengan cara memainkannya yang harus diputar menggunakan seutas tali. Bentuk gasing sendiri cukup banyak dan setiap daerah juga memiliki beberapa bentuk Gasing, jika di Jawa memiliki gasing dengan delapan bentuk, sedangkan di Toraja, Sulawesi Selatan mengenal gasing dalam 32 bentuk. Sementara di Kalimantan khususnya Kalteng dalam permainan gasing tradisional atau Bagasing mengenal Gasing dalam dua varian bentuk yakni Gasing Pantau dan Gasing Balanga.
Permainan ini memiliki nama atau istilah masing-masing untuk setiap daerah di Indonesia. Jika permainan gasing tradisional khas Kalteng ini di Kalimantan Tengah disebut dikenal dengan sebutan Bagasing maka di Jawa Timur Bagasing dikenal sebagai “Kekehan”, di Yogyakarta Bagasing disebut “Patu“, Masyarakat Sunda mengenal Bagasing dengan sebutan “Bansing“, sedangkan warga Banyumas menyebut Bagasing dengan nama “Panggalan“.
Sementara di Kalimantan, Meliputi Kalteng (Kalimantan Tengah), Kalsel (Kalimantan Selatan) dan Kaltim (Kalimantan Timur) permainan gasing tradisional ini disebut sebagai Bagasing
Isutan Jarat adalah nama permainan tradisional yang berkembang di daerah Kalimantan Selatan. Asal katanya dariisutan dan jarat, kata isutan ini mungkin dari peralihan kata ‘usutan’ yang berarti ‘mencari’. Sedangkan ‘jarat’ adalah istilah orang Banjar untuk tali yang ujungnya bersimpul untuk menjebak atau mengikat (seperti tali lasso di Amerika). Jadi isutan jarat maksudnya mencari tali yang bajarat (memiliki jerat). Pada permainan ini tiap pemain berusaha mencari jarat pemain lainnya yang disembunyikan di dalam pasir dengan cara menusukkan bilah lidi/kayu/bambu. Permainan ini sebenarnya menebak letak jarat yang ada di dalam pasir.
Lokasi permainan ini biasanya di pinggir sungai saat air surut atau di halaman rumah yang banyak pasirnya. Permainan isutan jarat tidak ada kaitan dengan jenis upacara atau peristiwa tertentu. Waktu permainan bebas bisa dimainkan kapan saja kalau di kampung anak-anak akan memainkannya saat sore menjelang mandi di sungai.
Jumlah pemain isutan jarat minimal dua orang dan sebanyak-banyaknya empat orang. Dua orang diperlukan karena akan ada posisi pasang (yang menyembunyikan jarat) dan posisi naik (yang mencari lubang jarat). Empat orang sudah dirasa cukup karena akan terlalu ramai yang bisa menimbulkan kebingungan.
Peralatan bermain berdasarkan permainan aslinya, yaitu tali dari serat pohon pisang dan bilah kayu dari bambu atau jenis kayu lainnya. Pohon pisang yang kering biasanya terlihat seratnya, bagian inilah yang diambil oleh anak-anak untuk membuat tali jarat. Sedangkan bilahnya terbuat dari kayu atau bambu yang diraut agak runcing dengan panjang tidak lebih dari lengan.
Dalam permainan ini tidak ada konsekuensi kalah atau menang hanya memberikan kepuasan dan kebanggaan bagi anak yang berhasil mencari jarat atau anak yang jaratnya tidak berhasil ditemui lawan. Pengaruh dari permainan ini adalah memberikan sifat sportifitas bagi anak-anak, ini bisa dilihat dari kejujuran saat menyembunyikan jarat dimana anak yang lain sepakat untuk tidak saling intip serta kejujuran untuk memasang lubang jarat yang sama lebar dengan pemain lainnya.
Dalam permainan Batewah, sasaran yang dituju bukanlah binatang kurban, tetapi kayu yang disusun menyerupai susunan untuk api unggun. Seperti halnya upacara Tiwah, susunan kayu itu pun dilempari untuk menjatuhkannya. Meskipun ada kemiripan dalam kegiatannya permainan ini tidak mengandung hubungan dan tidak memiliki unsur religi atau magis.
Dalam bermain tewah minimal ada 3 orang pemain, 1 pemain jaga/pasang dan 2 pemain sebagai penewah yang naik/bersembunyi. Sebanyak-banyaknya pemain dalam satu permainan tewah biasa ada 8 orang. Permainan ini bisa dilakukan oleh anak laki-laki dan perempuan.
Peralatan dalam Batewah ini sederhana dan mudah didapat. Sebelum bermain disiapkan beberapa buah kayu sepanjang kurang lebih 30 cm dengan lebar 3 cm. Kemudian disusun sedemikian rupa sebagai sasaran untuk ditewah. Disiapkan juga potongan kayu lain sebagai undas/alat pelempar kayu yang disusun tadi dengan jarak minimal 4 meter.
Setelah lapangan permainan disiapkan maka pemain yang melempar berusaha untuk mengenai tumpukan kayu tadi, apabila kena maka pemain yang jaga menyusun kembali kayu sambil pemain yang lain bersembunyi. Pemain yang jaga setelah selesai menyusun kembali akan mencari pemain lainnya yang bersembunyi. Pemain yang pertama kali ditemukan biasanya akan menjadi giliran jaga berikutnya. Dalam permainan ini tidak diperlukan kalah dan menang, permainan akan berakhir bila pemainnya sudah merasa kelelahan.
5. BATUNGKAU
Sejarah Permainan Traditional Egrang- Egrang adalah alat permainan tradisional yang terbuat dari 2 batang bambu dengan ukuran selengan orang dewasa, sedangkan untuk tumpuan bawah bambunya agak besar. Permainan ini sudah tidak asing lagi, mekipun di berbagai daerah di kenal dengan nama yang berbeda beda. saat ini juga sudah mulai sulit di temukan, baik di desa maupun di kota, Permainan Egrang sendiri sudah ada sejak dahulu kala dan merupakan permainan yang membutuhkan ketrampilan dan keseimbangan tubuh.
.
Egrang adalah permainan tradisional Indonesia yang belum diketahui secara pasti dari mana asalnya, tetapi dapat dijumpai di berbagai daerah dengan nama berbeda-beda seperti: sebagian wilayah Sumatera Barat dengan nama Tengkak-tengkak dari kata Tengkak (pincang), Ingkau yang dalam bahasa Bengkulu berarti sepatu bambu dan di Jawa Tengah dengan nama Jangkungan yang berasal dari nama burung berkaki panjang. Egrang sendiri berasal dari bahasa Lampung yang berarti terompah pancung yang terbuat dari bambu bulat panjang. Dalam bahasa Banjar di Kalimantan Selatan disebut batungkau.
Re-Post by http://migoindonesia.blogspot.co.id/ Rabu/12042017/15.59Wita/Bjm
|
Komentar
Posting Komentar